You must have JavaScript enabled in order to use this theme. Please enable JavaScript and then reload this page in order to continue.
Loading...
Logo Desa Mergosari
Mergosari

Kec. Sukoharjo, Kab. Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah

Selamat Datang Di Desa Mergosari Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Wonosobo Provinsi Jawa Tengah - Menuju Desa yang Maju,Profesional dan Akuntabel

SEJARAH DESA MERGOSARI

HELMY YAHYA ARIFIN, S.M 11 Juni 2025 Dibaca 439 Kali
SEJARAH DESA MERGOSARI

 

 

IKHTISAR SEJARAH DESA MERGOSARI

“ Kumpulan cerita tentang asal muasal Desa dan sejarak Kepala Desa sebagai ikhtiar menelusuri sejarah Desa Mergosari “

Hak Cipta di lindungi Undang-Undang

# Penanggung Jawab :

  1. Bambang Sugiyanto

# Narasumber :

  1. Abdurokhman
  2. Tamarun
  3. H. Sukardi
  4. Miyarto
  5. H. Muhamad Sodik
  6. Qomarudin

# Tim Penyusun :

  1. Kyai Miftahudin (Koordinator)
  2. Gatot Sudarto (Penulis Naskah)

# Oleh :

Sekretariat Desa Mergosari

Pembantu Penyusun :

  1. Kyai Affandi
  2. Kyai Mutolib
  3. Kyai Muhamad Nudin

Editor dan Cover :

  1. Gatot Sudarto
  2. Atfalul Anam

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

--------------------------------BANGSA YANG BESAR--------------------------------

 

“ ADALAH BANGSA YANG MENGHORMATI PARA LELUHUR DAN PENDAHULUNYA. DAN MEMBACA SEJARAH AKAN MENUAI IKHTIBAR “

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

SEKAPUR SIRIH KEPALA DESA MERGOSARI

 

Alhamdulillah, saya panjatkan syukur kehadirat Alloh SWT, yang telah memberikan rahmat kepada kita semua.

Selanjutnya saya sampaikan banyak terimakasih kepada Tim penyusun Buku ini sebagai upaya menggali sejarah dan mengenali Para Pemimpin Desa sejak dahulu kala, sebagai Ikhtibar dan Suritauladan khususnya bagi apparat pemerintah Desa dan umumnya masyarakat Desa Mergosari setidaknya mengetahui siapa saja yang pernah menjabat Kepala Desa Mergosari ini dan Tokoh tokoh yang membuka awal mula ( Bukak Sembung Senggani ) di Desa Kita.

Saya memaklumi bahwa menyusun sebuah sejarah tidaklah gampang dan harus benar-benar mengerti ilmunya. Tapi lebih dari itu, buku ini setidaknya sudah merupakan langkah maju dalam sejarah Pemerintahan Desa karena cerita tentang asal muasal desa baru kali ini sempat di bukukan dan semoga di masa yang akan datang.

  Untuk itu saya menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak Tamarun, Bapak H. Muhamad Sodik, Bapak Abdurokhman, Bapak Miyarto, Bapak Qomarudin, dan Bapak H. Sukardi yang telah berkenan berdiskusi mengurai perjalanan Panjang Desa Mergosari.

Di samping itu saya menyampaikan penghargaan pula kepada saudara Bapak Miftahudin dan saudara Sekdes selaku tim Koordinator dan penyusun daripada buku ini.

Setelah membaca bukun ini, kita patut berbangga, bahwa yang membuka desa kita pada awalnya bukanlah oprang yang sembarangan, tetapi lebih dari itu ternyata di pandegani oleh 9 (Sembilan) Kyai masing-masing mempunyai charisma.

Semoga buku ini sedikit banyak bermanfaat. Selamat membaca.

 

 

Mergosari,

16 Agustus 2008

 

15 Syakban 1428 H

 

Kepala Desa Mergosari

H. Bambang Sugiyanto

 

 

 

 

Daftar Isi

  1. ASAL MUASAL PERDUKUHAN
  2. SEJARAH DEMAK BINTORO, CANGKOK WIJAYAKUSUMA DAN PERANG DIPONEGORO
  3. CERITA YANG HILANG
  4. SANG PEMBESAR DESA MERGOSARI
  5. SUMBER CERITA

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sebuah rangkuman cerita dalam berbagai versi

UPAYA MENGGAGAS SEJARAH DESA MERGOSARI

 

  1. ASAL MUASAL PENDUKUHAN DI MERGOSARI

Beberapa versi cerita tentang asal pendukuhan

 

 

VERSI PERTAMA

(di tulis dari catatan Mbah Santawi Dusun Karangsari yang di ceritakan kembali oleh Mbah Qomarudin)

 

Alkisah, di jaman dahulu kala dalam sebuah pengembaraan, datanglah 9 (Sembilan) Kyai yang soleh, berwibawa dan sangat kharismatik, serta memiliki kesaktian yang luar biasa. Ke Sembilan Kyai tersebut yaitu:

  1. Simbah Kyai Muhamad  Abubakar (Sola)
  2. Simbah Kyai Abdulloh (Solo)
  3. Simbah Kyai Muhamad Sidik (Yogyakarta)
  4. Simbah Kyai Nurhidayat (Demak)
  5. Simbah Kyai Husen (Tuban)
  6. Simbah Kyai Jurit (Cirebon)
  7. Simbah Kyai Syarif (Cirebon)
  8. Simbah Kyai Jabar dari Jebug (Cirebon Kulon)
  9. Simbah Kyai Ageng Langim (Pajajaran)

 

Ke Sembilan Kyai Tersebut dating di sebuah wilayah dan berusaha membuat pemukiman. Salah satunya bernama Muhamad Abubakar dari Kota Solo yang kemudian singgah di sebuah tempat di sebelah timur di temani oleh 2 orang yaitu Simbah Kyai Abdulloh dan Mbah Kyai Muhamad Sidik.

Kyai Abduloh berperawakan sedang dan berkulit hitam asal kelahiran Solo, sedangkan Kyai Muhamad Sidik yang kelahiran Yogyakarta berperawakan sedang.

Ke tiga Kyai yang di pimpin oleh Simbah Kyai Karanggondang di saksikan oleh Kyai lainya, kemudian membuka pemukiman pada hari Kamis Manis yang diberi tenger PESANTREN dan TUMENGGUNGAN dan GONDANG dengan doa selamatan yang dilengkapi dengan AYAM KLAWU, Tumpengan Sega Bonar (Nasi Kuning)

Di lain waktu, Kyai Nurhidayat, seorang Kyai yang kharismatik dan konon sering tapa brata (riyadoh) di dalam air kedung (Tapa Jroning Banyu) dan ahli mujahadah memimpin membuka pemukiman di bagian tengah yang ditemani oleh dua orang kyai yang berasal dari Tuban dan Cirebon, yaitu Kyai Husen dan Kyai Jurit. Ketiga kyai tersebut di bantu kyai lainya bersama sama membuka tempat pemukiman pada hari JUMAT MANIS dengan diawali Doa/ selamatan yang di lengkapi dengan ingkung Jago Wido Awar-awar (Berbulu Hijau), dan Nasi Tumpeng Bawah Hitam, atasnya putih (Sega Tulak). Lahan yang di buka tersebut di beri nama TIMBANG.

Di lain waktu berikutnya, Simbah Kyai Syarif yang berasal dari Cirebon giliran memimpin membuka pemukiman baru yang ditemani oleh seorang kyai yang bernama Kyai Jabar dari Jebug(Cirebon) dan Kyai Ageng Langim dari Pajajaran. Simbah Kyai Syarif berperawakan tinggi besar  dan berjambang (Brewok) dan selalu memakai jubah hijau serta senang jalan-jalan, sedangkan Kyai Jabar senang memakai pakaian lurik. Di lain pihak Simbah Kyai Langen Angim berperawakan tinggi dan konon katanya mempunyai ajian petak ambyah yang berasal dari Jawa Barat dan senang tapa tirakat di atas pohon.

 Ketiga kyai tersebut dengan disaksikan oleh kyai lainya membuka lahan pemukiman di sebelah barat, pada hari SENIN MANIS di sebuah tempat yang terkenal ngelo. Dengan doa selamatan yang di lengkapi ayam berbulu putih dan nasi ngrangrang. Lahan pemukiman tersebut di beri  nama BRENGKOK.

Konon sohibul hikayat, kesembilan kyai tersebut senantiasa menjadi panutan bagi warga masyarakat yang tradisional dan belum mengenal nilai-nilai keislaman dan masih menyandarkan kepada kepercayaan aliran animisme (memuja roh) dan dinamisme (memuja benda) sebagai adat istiadat budaya yang merupakan peninggalan pada masa Kerajaan Majapahit. Lambat laun, kesembilan kyai dengan kharismatiknya masing-masing mendapat gelar dari masyarakat atas jasa perjuanganya.

Di Gondang, Simbah Kyai Muhamad Abubakar oleh Masyarakat di panggil Kyai Karang Gondang, Kyai Abdulloh karena berkulit hitam dan mempunyai kebiasaan jam 3 pagi sudah di sungai serayu untuk sholat dan semedi, oleh masyarakat di panggil Kyai Wali Ireng, dan Kyai Muhamad Sidik  di panggil Kyai Rujak Beling karena memang memiliki kedigdayaan kekebalan yang luar biasa. Dan seiring waktu nama tempat yang di buka sering di panggil dengan sebuah Dukuh yang di beri nama DUKUH GONDANG (tepatnya sekarang di bagian tengah dusun). Simbah Kyai Karang Gondang mempunyai kuda berwarna klawu bernama Kyai Dadung Awuk. Simbah Kyai Karanggondang mempunyai keahlian jadzab yaitu “Topo Broto Sajroning Bumi (di belet)”

Kyai Nurhidayat yang mempunyai kuda yang bernama Kyai Plongko Seto, berwarna hitam dengan mulut dan kaki depan berbulu hitam bergaris putih. Kyai Nurhidayat mempunyai kharisma yang luar biasa, ahli mujahadah dan mempunyai kebiasaan tapa tirakat di dalam air kedung serayu tepatnya di mangunan. Masyarakat memanggilnya dengan Kyai Mangunan. Sedangkan Kyai Husein yang asalnya dari tuban sering di panggil Kyai Tuban. Dan Kyai Jurit yang terkenal keberanianya (kendel) tepap di panggil dengan sebutan Kyai Jurit, Sedangkan lahan pemukiman yang di buka di beri nama Dukuh TIMBANG, (mula-mula lahan yang di buka oleh Kyai Mangunan di Mangunsari tepatnya di daerah atas rumah Pak Samidi(sekarang), walaupun sudah berusaha membuka lahan di bagian bawah barat yang ada pohon durenya(sekarang Masjid kulon –tetapi tidak kuat)).

Di Brengkok, Kyai Syarif yang asal Cirebon, karena kebiasaanya memakai jubah berwarna hijau  dan sering tapa tirakat untuk masyarakat pada waktu malam hari (langlang) di panggil dengan Kyai Lowo Ijo, tapa brata (tirakat) dari Mbah Kyai Lowo Ijo dengan cara Tapa Ngalong yaitu tapa di pohon dengan kaki di atas dan kepala di bawah. Simbah Kyai Lowo Ijo mempunyai kuda berwarna merah yang bernama Kyai Gumarang. Sedangkan Kyai Jabar yang asal Jebug(Cirebon)  masyarakat memanggilnya dengan Kyai Gasong dan Kyai Ageng Langim karena kebiasaanya tirakat di atas pohon (Temangsang-Jawa)  masyarakat memanggilnya Kyai Semampir.

Sedangkan lahan yang di buka di brengkok pada awalnya adalah di bagian bawah tepatnya di sekitar Pak Chobarudin(chobarudin) tetapi tidak kuat sehingga pindah lokasi dengan membuka di ngelo (tepatnya sekarang di rumah Sdr. Bahrin Rejosari. Lahan yang dibuka oleh ketiga Kyai tersebut di beri tetenger BRENGKOK.

Dari pedukuhan tersebut, nama BRENGKOK lah yang di pergunakan sebagai nama Desa.

Dalam perkembanganya, di antara para Kyai menunjuk Simbah Kyai Lowo Ijo untuk menjadi pengarep (pemimpin) di antara Kyai, tetapi tidak mau. Sehingga Ke-Sembilan Kyai tersebut saling menjalin komunikasi (rapat) untuk membentuk pemimpin diantara mereka. Kemudian di atas usul Mah Kyai Husen (Kyai Tuban) yang asal tuban berpendapat bahwa untuk menentukan pembarep dilakukan dengan sebuah permainan (undian). Atas usul tersebut para Kyai setuju dan menyepakati di sebuah tempat yang agak tinggi dan datar di atas Dukuh Gondang.

Hasil dari undian tersebut maka yang menjadi pembarep adalah Simbah Kyai Karang Gondang dan menunjuk wakil Simbah Kyai Nurhidayat (Mangunan). Karena tempat tersebut digunakan sebagai permainan maka tanah tersebut dinamakan dengan Tanah Mainan. Konon, di tempat itu juga sering di adakan gegladah(latihan). Dalam gegladah tersebut antara satu dengan yang lain Saling mempertunjukkan kesaktianya. Salah satunya Simbah Kyai jabar (Mbah Gasong) memegang besi linggis (gejug) dan dengan kedua tanganya di patahkan menjadi dua. Salah satu patahan di buang ke arah utara dan tanah yang terkena besi tersebut menjadi bengkah (tugel).

Satu besi yang masih di tangan kemudian di kunyah-kunyah menjadi serbuk dan di semprotkan ke sebelah barat sehingga mengenai tanah yang kemudian muncul air dari dalamnya. Dari kejadian itu, tanag yang terkena besi tersebut di namakan Lemah Tugel. Sedangkan aliran air yang muncul membesar menjadi Kali Manyoan.    

 

Ket : Konon Kyai Semampir berwasiat, makamnya jangan di ziarahi untuk permintaan apapun. Boleh berziarah sekedar mendoakan (Gawat)

 

 

 

 

 

Mungkinkah kedatangan para Kyai tersebut ada kaitanya dengan :

  1. Sejarah Kerajaan Islam Demak Bintoro, Hikayat Cangkok Wijayakusuma, dan Sejarah Perang Diponegoro

 

Versi Kedua

(di ceritakan Mbah H. Sukardi dan dihubungkan dengan babad Kota Wonosobo oleh sdr penyusun)

Kerajaan Demak Bintoro (Th. 1500 M) merupakan Kerajaan Islam yang penyebaran keislamanya kuat sampai wilayah-wilayah lain. Syiar keislaman di Nusantara mulai tumbuh, kedatangan para Kyai yang menetap di pedukuhan Gondang, Timbang dan Brengkok ada kemungkinan Duta Utusan Kerajaan Demak Bintoro dalam rangka syiar Islam Kerajaan Demak Bintoro di seluruh Nusantara termasuk di Desa Brengkok kala itu.

Dalam babad Wonosobo, di sebut bahwa Agama Islam sudah mulai berkembang luas di wonosobo sejak abad 17 (1700 M). tokohnya yaitu Kyai Asmara Sufi yang merupakan menantu Ki Wiroduto (salah seorang penguasa di wonosobo). Beliau mendirikan sebuah Masjid di Bendosari Sapuran yang di percaya sebagai cikal bakal atau yang menurunkan para Ulama Islam dan pemilik Pondok Pesantren yang ada di Wonosobo pada masa berikutnya  seperti Kyai Ali Bendosari, Kyai Sukur Soleh, Kyai Mansur Krakal, Kyai Abdulfatah Tegalgot, Kyai Soleh Pencil, Kyai As’ari, Kyai Abdul Fakih, Kyai Muntaha, dan Kyai Hasbulloh.

Di Tarik dari cerita tersebut, ada kemungkinan bahwa Kyai-kyai yang menetap di Mergosari kala itu merupakan santri dari Kyai Asmara Sufi yang sengaja di utus ke tempat-tempat di luar Bendosari untuk Syiar Islam.

 

Versi Ke-tiga

(di ceritakan Mbah H. Sukardi dan dihubungkan dengan Babad Kota Wonosobo oleh sdr penyusun)

Dari Cerita Cangkok Wijayakusuma, yang mengisahkan pengambilan kembang wijayakusuma oleh pangeran dari Keraton Yogyakarta dari n usa kambangan sampai menimbulkan peperangan dan berujung pada cerita perang tanding Pangeran Ngayogjakarto dengan Pangeran Wora-wari yang erat kaitanya dengan nama-nama di wilayah Kecamatan Sukoharjo seperti Jebeng Plampitan, Dusun Wora-wari, Dengok, Kali Sendang Aring, Banaran, Kajeksan, Pandak Groak, Pandak Sumpel, Suguh Tami, Sidakala, Sanggaluwang. Ada kemungkinan ke Sembilan Kyai yang ada di Mergosari pada zaman dahulu merupakan prajurit sisa dari pengikut Pangeran Wora-wari dan Pangeran Ngajogjakarto yang menetap di Gondang, Timbang dan Brengkok. Mengingat bahwa sebuah peristiwa yang terjadi di suatu tempat dan waktu, sering di jadikan tenger/ pengingat yang menggambarkan kejadian pada waktu itu. Misalnya kata : pada jaman gegeran…. Pokoke pas desa sedang wayangan , dsb. Konon salah satu makam Pangeran tersebut berada di pandak kidul sekarang ini. Dan di Desa Sidakala yang menurut cerita yang berkembang Desa Sidakala tidak aka nada lindu/ gempa walaupun sekelilingnya terjadi gempa.

Di Wonosobo sendiri, berdasarkan cerita rakyat sekitar awal abad 18 (1800 M) tersebutlah 3 pengelana masing-masing bernama Kyai Kolodete yang merintis pemukiman di pegunungan Dieng, Kyai Karim yang merintis pemukiman di daerah Kalibeber , dan Kyai Walik yang merintis pemukiman di sekitar Kota Wonosobo sekarang ini. Dari pemukiman yang di buka tiga tokoh tersebut kemudian menjadi ramai dan kemudian di kenal beberapa nama tokoh penguasa daerah Wonosobo seperti Tumenggung Kartowaseso yang pusat kekuasaanya di wilayah Selomanik. Di kenal pula Tumenggung Wiroduto sebagai penguasa Wonosobo dengan kekuasaan di Kalilusi Pacekalan yang selanjutnya di pindahkan di Ledok.

Seorang Cucu Kyai Karim yang dikenal dengan nama Ki Singowedono (Tumenggung Jogonegoro) yang mendapat hadiah satu tempat di Selomerto dari Keraton Mataram dan menjadi penguasa di wilayah tersebut. Pada saat itu pusat kekuasaan di pindahkan ke Selomerto, dan di pindah ke Wonosobo oleh Tumenggung Setjonegoro pada masa berikutnya yang merupakan penguasa/ Kepala Pemerintahan pertama di Wonosobo. Setelah meninggal dunia, Tumenggung Jogonegoro di makamkan di Pakuncen Selomerto.

Dari babad Wonosobo tersebut, ada kemungkinan juga kyai yang ada di Mergosari merupakan Duta dari Jogonegoro dalam memperluas pemerintahan mengingat pada saat itu dalam kekuasaan kerajaan Mataram untuk menyebarkan syiar Islam Mengingat syiar Islam di Wonosobo sejak abad 17.

Versi Keempat

(di ceritakan Mbah H. Sukardi dan di hubungkan dengan babad Kota Wonosobo oleh sdr penyusun)

Zaman Perang Pangeran Diponegoro (1825-1830 M) yang maha dahsyat dengan panglima Kyai Maja dan Mas Sentot Prawiro Dirjo, mungkinkah berpengaruh pada penguatan pemberian nama pedukuhan dan adat istiadat Masyarakat Dusun mengingat bahwa di wilayah Wonokerto juga terdapat Kyai Wangsakerti yang merupakan prajurit Pangeran Diponegoro menetap di sana. Sehingga masyarakat Desa Brengkok budaya dan adat istiadatnya di pengaruhi juga dengan pengaruh Kyai Wangsakerti yang gagah berani dan notabene Prajurit Pangeran Diponegoro

Hal ini mungkin saja, sebab menurut babad Kota Wonosobo, zaman perang diponegoro Wonosobo Merupakan salah satu medan pertempuran penting dan bersejarah yang merupakan basis pertahanan pasukan pendukung pangeran Diponegoro. Medan pertempuran antara lain di Gowong, Ledok, Sapuran, Plunjaran, Kertek dan sebagainya. Tokoh penting Wonosobo yang mendukung perjuangan Diponegoro antara lain Imam Misbah (Tumenggung Kartosinuwun), Mas Lurah (Tumenggung Mangkunegaran), Gajah Permodo dan Ki Muhamad Ngarpah.

Pemimpin yang sangat berperan dalam pertempuran yaitu Ki Muhamad Ngarpah bersama Ki Mulyo Sentiko yang medan perjuanganya bukan hanya di Wonosobo melainkan di Purworejo, magelang, Klaten, Legarok  Jogja yang memenangkan pertempuran dengan sukses menewaskan ratusan tentara belanda dan mengambil emas lantakan senilai 28.00 gulden.

Atas jasanya tersebut, Pangeran Diponegoro memberi nama Setjonegoro kepada Muhamad Ngarpah dan Kertonegoro kepada Mulyo Sentiko.

Selanjutnya Ki Muhamad Ngarpah di angkat menjadi PENGUASA LEDOK dengan gelar TUMENGGUNG SETJONEGORO dan tetap mendukung perjuangan Pangeran Diponegoro bersama Ki Muhamad Basrowi (Muhamad Ngusman Libasah), Muhamad Salim, Ngabdul Latif, dan Kyai Ngabdul Radap.

Pertempuran di Ledok melawan belanda, Tumenggung Setjonegoro mengerahkan 100 Prajurit yang di pimpin Mas Tumenggung Joponawang. Di samping itu Setjonegoro juga memimpin pertempuran di Bagelan, Kedu dan Delanggu(Demak) serta daerah lajur untuk menghadang belanda dari Klaten.

Mengambil kemenangan Pertempuran di Legarok yang mengangkat Ki Muhamad Ngarpah menjadi penguasa Ledok pada tanggal 24 Juli 1825 maka tanggal tersebut di tetapkan oleh Pemda Wonosobo menjadi kelahiran Wonosobo.

Mendasarkan pada itu, maka tidak menutup kemungkinan Kyai yang menetap di Mergosari kala itu adalah termasuk juga pasukan Pangeran Diponegoro di bawah kekuasaan Tumenggung Setjonegoro yang pusat kekuasaanya di Ledok (Plobangan) Selomerto.

Kesimpulan seperti ini barangkali benar mengingat bahwa :

  1. Wonosobo saat itu menjadi Basis Pasukan Pangeran Diponegoro
  2. Kedekatan wilayah antara Selomerto dengan Leksono termasuk Mergosari.

 

 

 

 

 

  1. Cerita Yang Hilang

 

 

Setelah cerita di atas, kelanjutan kehidupan Masyarakat yang di sepuhi oleh 9 (Sembilan) kyai tersebut menjadi terhenti. Apakah pada waktu itu sudah menjadi Desa dengan pengertian seperti sekarang ini, sudah ada Lurah atau belum, atau sebutan pemimpin pemerintahan pada waktu itu di sebut apa, tidak ada yang tahu. Termasuk para Kyai tersebut membentuk rumah tangga dan keturunanya siapa saja tidak ada yang tahu, yang di ketahui hanya makamnya saja yang di tunjukan secara turun temurun oleh para pendahulu.

Di sinilah terjadi kekosongan sejarah/ sejarah yang hilang (missink link) yang di sebabkan karena :

  1. Nara sumber terbatas
  2. Tokoh Masyarakat yang berumur 80 Tahun ke atas sedikit
  3. Banyak tokoh yang sudah meninggal dunia
  4. Bahan pustaka terbatas
  5. Tidak ada data pembanding luar desa
  6. Catatan/ arsip desa tidak ada
  7. Data pendukung tidak ada
  8. Keahlian meneliti sejarah
  9. Ilmu yang memadai

Cerita di lanjutkan ketika desa sudah ada tatanan pemerintahan yang di kepalai oleh seorang lurah/ Kepala Desa/ sebutan lain yang di bagi dalam periodisasi zaman pemerintahan.

 

Catatan khusus:

Keempat Versi Cerita tersebut masih perlu kajian yang serius dan sungguh-sungguh serta memerlukan bahan pustaka dan narasumber yang kuat dalam mengungkap hubungan antara ketiganya, yang jelas membutuhkan ahli, peneliti dan arkeologi, sastrawan serta membutuhkan biaya yang besar. Semoga di masa yang akan datang dapat terjawab.

 

 

 

  1. Sang Pembesar Desa Mergosari

(di ceritakan oleh 6 nara sumber)

 

Sekilas perjalanan lurah / kepala desa dari masa ke masa atau periodesasi lurah/ kepala desa

 

  1. Ki Lurah Casentana ( --- s/d Th 1887 )

Menurut catatan Mbah Santawi, Casentana menjadi lurah pertama di Desa Brengkok dan sejak tahun berapa beliau  saat awal menjabat tidak ada yang tahu. Penempatan nama Casentana yang berasal dari NGAGLIK ini berdasarkan catatan yang di buat Mbah Asan Miharjo (Mbah Santa-Gondang). Casentana yang di maksud ini adalah kakak ipar dari Camenggala. Casentana yang di maksud bukan Casentana anak dari Camenggala, tetapi Casentana yang lain. Kemungkinan ada nama yang sama pada masa itu, Casentana bertempat tinggal di Brengkok. Tidak banyak yang berhasil di ungkap pada masa pemerintahan Casentana yang merupakan LURAH PERTAMA di Desa Brengkok. Anak cucu Casentana yang sekarang tidak ada yang tahu.

 

  1. Ki Lurah Camenggala ( 1888 – 1907 )

Camenggala menjadi lurah kedua Desa Brengkok setelah Ki Lurah Casentana. Masa jabatan menjadi lurah selama 19 Tahun. Struktur Pemerintahan dari Sekdes(atau sebutan lain) sampai dengan pembantunya tidak di ketahui. Camenggala mempunyai anak yang bernama Casentana yang terkenal dengan Mbah Sempok atau Mbah Bengkok dan menjadi Bau dengan ciri khas kemanapun membawa kasang atau Nginang. Menurut cerita Mbah Miyarto, kasang tersebut sangat berat dan tidak ada yang kuat membawa selain beliau. Cucu-cucu dari Camenggala antara lain: Ahmad Dilyas, Ny Ginah, Kramasentana dan Asan Wirya.

Situasi sosial kemasyarakatan pada masa ini masih primitif tradisionalis dan Syiar Islam belum dilaksanakan menjadi ritual keagamaan dalam hidup sehari-hari. Walaupun demikian, pada masa ini sudah mengenal Jum’atan tetapi tidak melaksanakan sholat Jum’at seperti sekarang ini, yang ada hanya perayaan Jum’at dengan cara ADU TANDING (ujung-ujungan) atara orang yang satu dengan orang yang lain. , yang dilaksanakan pada hari jumat di Tapal Batas Desa dengan warga tangga desa. Tempatnya di Kalong Gondang sebagai Tapal batas dengan Wonokerto dan di tapal batas kalibeber. Alat yang di gunakan yaitu Bambu yang di rancah di ulir seperti pecut untuk di sabetkan kepada lawanya. Tidak ada yang menghukumi pada perkelahian tersebut walaupun terjadi korban sampai meninggal. Camenggala bertempat tinggal di Brengkok.

Karya luar biasa dalam mensejahterakan masyarakat yaitu dengan membuat saluran wadas gendol untuk mengairi area persawahan, atau terkenal dengan nama kegiatan Susuk Wadas Gendol. Legenda yang mengikuti sampai sekarang di masa jabatanya adalah legenda RONGGENG SARMINI yang berkaitan erat dengan wadas gendol.

 

  1. Ki Lurah Surawijaya (1908 – 1909 )

Sejarah Surawijaya yang menjadi Lurah ke-tiga di Desa Brengkok, sepak terjangnya tidak banyak di ungkap. Menjabat Lurah hanya 1 (satu) tahun. Anak keturunan beliau antara lain : Mbah Tarmuji, Mbah Sadikrama, dan Haji Ahmad (cerita mbah tamarun)

Pemerintahan desa pada masa ini sudah terdapat aturan mengenai desa yang di terbitkan oleh pemerintah kolonial belanda yang di buat tahun  1906 no 83 yang di sebut Inlandsche Gemeente Ordonanti (IGO) yang berlaku untuk Jawa dan Madura.

Dimana dengan peraturan ini Desa-desa di Jawa Madura tidak mempunyai kesamaan bentuk pemerintahan (tidak seragam) yang kemudian aturan itu di cabut dan tidak diberlakukan lagi setelah muncul Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang pengaturan mengenai Desa Praja

 

  1. Ki Lurah Muhamad’ Abid ( 1910 – 1911)

Menurut Mbah Abdurokhman, Muhamad Abid alias Mbah Dabid menjadi lurah ke-empat dan menjabat selama 1 (satu) tahun. Semasa hidupnya tempat tinggal beliau di Dukuh Brengkok. Walau masa jabatanya pendek hanya 1 (satu) tahun tetapi di masa jabatanya Syiar Islam sangat menonjol dan beliau merupakan Pejuang Islam pertama di Desa dan merupakan pelopor. Ini di buktikan dengan merintis berdirinya Masjid Jami’ di Brengkok yang di dirikan di atas tanah wakaf dari beliau. Syiar Islam tersebut juga sampai di Dukuh Timbang dan Gondang sehingga Dukuh Brengkok menjadi pusat Syiar Islam (Santren). Setelah mendirikan Masjid di Brengkok(Rejosari), maka Muhamad Abid mencari seorang Kyai untuk menetap di Brengkok yaitu Kyai Jamhari dari Tegalsari dan beristrikan  Ny. Supi yang merupakan anak dari Muhamad Abid.

Di samping itu juga berjuang berdirinya Musholla/ langgar di Timbang tepatnya di pekarangan Mubad Junaedi(sekarang) yang bahan baku kayunya membawa dari Leksono.

Setiap akhir tahun(Sura), Muhamad Abid senantiasa menggelar Tledek(Tayup) sebagai penutupan kegiatan akhir tahun(Suran).

Anak keturunan beliau yaitu : Marjuki alias Simar, Ny. Jamhari, Ny. Ngalirohmat, Ny. Dulah Sulur, Ny Yahruji, Damiri dan Giyo. Dalam memperjuangkan islam Muhamad Abid bersama-sama dengan Mbah Jangkung, Mbah Tarmuji, Mbah Asan Sahid dan Mbah Kasanom.

Di masa jabatanya di bantu juru tulis/ carik yaitu  Bp. Trimo yang selanjutnya di ganti oleh Bp. Mislam dan wilayah dukuhan di buat 2(dua) Kebaon dan di kepalai oleh Bau yaitu Kebaon Brengkok dan Kebaon Timbang. Sedangkan Dukuh Gondang merupakan wilayah ketampingan yang di pimpin oleh Tamping.

Apparat Kebaoan Brengkok terdiri atas :

  1. Singadiwirya (Bau)
  2. Mustareja (Bayan)
  3. Kasanom (Lebe)

 

Apparat kebaoan Timbang terdiri atas :

  1. Santika (Bau)
  2. Sanreja (Bayan)
  3. Ngaliyakin (Lebe- merupakan Lebe Waleh/ Wakil Lebe Brengkok)

Apparat Ketampingan Gondang di pimpin oleh :

  1. Marwikrama (Tamping)
  2. Amad dangnom (Bayan)

Tokoh di bidang keagamaan  di masing-masing Kebaoan dan Tampingan yaitu Kasanom(Brengkok), Ngaliyakin(Timbang), dan Istad(Gondang).

Ketika menjabat Lurah, Muhamad Abid mempunyai semangat dan kemauan kuat untuk membentuk akhlak Masyarakat supaya baik sesuai dengan Syariat Islam (mungkin pada masa ini masyarakat masih melakukan tabiat buruk secara mayoritas), beliau Muhamad Dabid alias Mbah Dabid menggagas perubahan nama Dukuhan dan Desa karena nama yang ada berkonotasi kurang bagus dan mempunyai arti yang jelek. Sehingga beliau menggagas nama Dukuhan Brengkok menjadi Mergosari, nama Dukuhan Timbang menjadi Mangunsari, dan Nama Dukuhan Gondang menjadi Karangsari. Sedangkan nama Desa Brengkok di ubah menjadi Desa Mergosari. Konon katanya nama Mergosari yang di gagas beliau terilhami oleh banyaknya Madu/ Sari Tawon yang banyak di Mergosari.

Benar atau tidak, menurut cerita sejak dulu, yang di sampaikan Mbah H. Sukardi, masing-masing nama Dukuhan sebelum di rubah mempunyai arti nama yang jelek yaitu :

  1. Brengkok : Gembreng-gembreng tur pekok
  2. Timbang : Petita-petiti najan ora imbang
  3. Gondang : sama dengan telak, keras, geden suara

Dan di maksudkan dalam rangka membentuk Masyarakat yang baik, nama tersebut diganti dengan nama:

  1. Mergosari : senantiasa di jalan yang baik, mengerti kebaikan
  2. Mangunsari : pertimbangan yang bagus, diam demi kebaikan
  3. Karangsari : keras dalam kebaikan, teguh dalam pendirian

Perubahan nama tersebut baru sebatas gagasan /ide /wacana yang secara pemerintahan belum menjadi keputusan desa sampai masa jabatan beliau habis.

  1. Lurah Haji Ahmad (1912-1944)

Haji Ahmad bermukim di Dukuh Brengkok dan merupakan lurah ke-lima dan merupakan anak dari Ki Lurah Surawijaya. Beliau merupakan Lurah yang sangat berwibawa(Siwer). Masa jabatan beliau selama 32 Tahun. Di awal kepemimpinanya Haji Ahmad mewujudkan gagasan Mohamad Abid alias Mbah Dabid untuk merubah nama Dukuh dan nama Desa dengan di tetapkan dalam Selapanan Desa dan kemungkinan perubahan  nama tersebut tepatnya tahun 1912. Dengan demikian nama Resmi MERGOSARI baru terjadi 110 tahun yang lalu. Tetapi nama sebelumnya yaitu Brengkok, Timbang, dan Gondang masih di gunakan Masyarakat.

Anak keturunan beliau yaitu :

  1. Iskak
  2. Wasito
  3. Turiyah Dono
  4. Seman
  5. Misnah
  6. Toipah

Rokok kesenanganya adalah Rokok Klenteng (tembakau di bungkus klaras jagung di ikat benang)

System pemilihan pada masa itu menggunakan Sistem Tongkrongan yaitu para pendukung Calon Lurah baris di belakang Calon Lurah kemudian di hitung. Dan yang paling banyak yang ikut antri di belakang(tongkrong) dialah yang jadi. Konon bila yang ketahuan berkhianat, maka di tempat itu juga bias di keroyok oleh pendukung yang lain.

  1. Ahmad maju dalam system Tongkrongan bersama dengan Kartareja dan berhasil mengunggulinya.

Di era kepemimpinanya, sang Carik/ Juru Tulis mengalami pergantian 3(Tiga) kali. yaitu dari Mislam di ganti Sastro Sudarmo, dan di gantikan oleh beliau Muklas. Sedangkan kewilayahan masing-masing tetap terdiri atas 2(dua) Kebaoan dan 1(satu) wilayah Ketampingan seperti era Mohamad Abid.

Kebaoan Mergosari terdiri atas

  1. Ahmad Dilyas (Bau)
  2. Mustareja (Bayan)
  3. Kasmo (Lebe)
  4. Ahmad Sahid (Tokoh Agama)
  5. Dalhari (Tokoh Agama)   

Kebaoan Mangunsari terdiri atas :

  1. Marjuki Bin  Mohamad Abid (Bau)
  2. Dipaseca, kemudian digantiWasito Miharjo(Bayan)
  3. Marjuki (Lebe)
  4. Ali Makwar (Tokoh Agama)
  5. Asanwirya (Tokoh Agama)

 

 

 

Ketampingan Karangsari terdiri atas :

  1. Marwikrama (Tamping)
  2. Manan (Bayan)
  3. Bukhaeri dari Banjarnegara(Tokoh Agama)
  4. Bahri dari Ngaribaya(Tokoh Agama)

Salah satu peninggalan beliau yaitu merubah jalan Dengok yang dulu melalui jalur bawah, kemudian di naikan melalui atas(Sigugur).

 

  1. Lurah Ahmad Darum (1945-1963)

Ahmad Darum bin Khasanraji merupakan Lurah yang ke enam dan menjabat selama 18 Tahun. Semasa hidupnya bertempat tinggal di Dukuh Mergosari(Brengkok). Ahmad Darum mempunyai watak yang Halus, Arif dan Bijaksana. Dalam pemilihan lurah yang menggunakan system tongkrongan, Ahmad Darum berhasil mengungguli Ahmad Sukri, Asanwirya, Marjuki dan Ny. Dono.

Anak keturunan Ahmad Darum yaitu :

  1. Hozali
  2. Hadi Suwarno
  3. Sunjiyah
  4. Suwarni
  5. Bendu
  6. Suratmi
  7. Sulimah

Di era kepemimpinanya tidak ada perubahan kewilayahan, tetap seperti dahulu. Sedangkan di bidang administrasi di bantu oleh Carik Muklas Dono Suwito.

Apparat Pemerintahan di Kebaoan Mergosari terdiri atas :

  1. Wirya Reja (Bau)
  2. Maksum (Bayan)
  3. Dulhamid, kemudian di gantiSastro Sudarmo (Lebe)
  4. Tarmuji (Tokoh Agama)
  5. Tohir (Tokoh Agama)
  6. Kyai Daldiri (Tokoh Agama)
  7. Sastro Sudarmo (Tokoh Agama)
  8. Ahmad Sukri (Tokoh Agama)

Apparat Kebaoan Mangunsari terdiri atas :

  1. Marjuki (Bau/Kamituo)
  2. Istamar (Bayan)
  3. Ali Makwar, selanjutnya di ganti Asanwirya (Lebe)

 

Aparat Ketampingan Karangsari terdiri atas :

  1. Atmo Miharjo (Tamping)
  2. Amad Kanan, kemudian di ganti Asanmiharjo (Bayan)
  3. Kyai Sambudi (Tokoh Agama, Lebe)
  4. Affandi (Tokoh Agama)

Beberapa peristiwa semasa kepemimpinanya adalah antara lain :

Tahun 1945, ikut membantu TNI dalam perang Kemerdekaan (slash belanda II) yang bersama rakyat menyiapkan tempat penyerangan (Parit) bagi TNI di Bedali, Mangunsari, dan di sebelah utara tanah bengkok lurah untuk menyerbu/ menghadang kompeni belanda di Jalan Raya Bojanegara yang datang dari arah Banyumas.

Kemudian membantu TNI mengangkut senjata ke Tlogo seusai penyerbuan. Tembakan TNI di Bedali berhasil menewaskan pemimpin belanda yang bernama Jenderal Spoor  dan mobilnya terbakar di selatan Mangunan.

Tahun 1952, di bidang pertanahan di adakan Klassir tanah untuk di bukukan dalam buku hak milik yang terkenal dengan BUKU LETTER C.

Tahun 1953, di Desa mempelopori berdirinya NU sebagai Partai Politik bersama Tokoh seperti Muchlas Dono Suwito, Sastro, Sudarmo, Marjuki, Ali Makwar, dan Kyai Ahmad Sambudi serta ikut mempelopori berdirinya Masjid di Mangunsari dan di Karangsari.

Tahun 1954, membangun pertanian rakyat dengan program PTP (Pemberantasan Tanah Bera)/ ladang dengan tanaman kopi, kelapa, jagung, singkong, dan keladi(busil). Di samping itu juga menggiatkan pertanian padi dan galengan(pematang) dengan istilah MHBM (Meningkatkan Hasil Bahan Makanan). Di bidang pertukangan beliau juga mengilhami banyaknya muncul tukang-tukang kayu professional pada masa itu.

Sebagai seorang pemimpin, beliau juga selalu banyak inisiatif untuk jalanya pemerintahan dan kemasyarakatan yang baik, maka di adakanya usaha dengan cara selapanan Desa setiap KAMIS MANIS, kumpulan dukuhan dan ajangsana lingkungan.

Kegigihan mendapat tanggapan positif dari Masyarakat.  Tutur katanya yang sangat khas yaitu : “Tempang - Tempong – Timying – Timying Paleg …..  Nadani Mbokan” (Sumber – H. Sukardi)

Tahun 1961, merintis dan menggerakan pendidikan di Mergosari di tandai dengan mendirikan Sekolah Dasar (SD) Mergosari dalam waktu 4(empat) bulan sejumlah 6 lokal gedung berukuran 7 x 42 Meter dapat di selesaikan dengan Swadaya Masyarakat dan hasil pembangunan tersebut merupakan hasil bangunan terbaik di wilayah Kecamatan Leksono.

Berdasarkan buku Letter C , pemilik tanah kala itu baru 212 orang pemilik. Sampai periode ini Kantor Kecamatan masih di namakan Kantor Asisten Wedana yang di kepalai oleh seorang asisten Wedana (Ndoro Stein) dan asisten wedana di bantu oleh sekretaris asisten wedana yang di sebut Klerek. Mantri Polisi pada saat itu di sebut Upas. Bila ada Bromocorah(pencurian) di desa maka laporanya ke Kantor Ngepelan (Polsek) dan BUDM (Koramil). Bahasa laporan menggunakan Bahasa Jawa Krama Inggil dan bila rapat di kantor asisten masih memakai blangkon dan sorjan lengkap dengan tatanan Kraton bila menghadap Ndoro Stein.

  1. Lurah Suprapto ke- 1 (1964-1988)

Suprapto bin Kaswari merupakan Lurah ke-7 dan ke-8 di Sejarah Desa Mergosari. Semasa hidupnya tinggal di Dukuh Mergosari. Dalam pemilihan Kepala Desa menggunakan Sistem Bitingan yaitu memasukan biting (Lidi) ke dalam kotak bamboo (Bumbung). Siapa yang mendapat biting paling banyak maka dia yang jadi.

Pada saat itu ada 11 Orang yang maju dalam system Bitingan yaitu :

  1. Suprapto
  2. Karto Wardoyo
  3. Sastro Sudarmo
  4. Tukardi
  5. Patori
  6. Asanwirya
  7. Muklas
  8. Wasito
  9. Dalhari
  10. Atmo Miharjo
  11. Samijo
  12. Dono

Dari sebelas Calon tersebut Suprapto berhasil mendapat suara paling banyak. Anak keturunanya yaitu :

  1. Edi
  2. Hartati
  3. Ernawati
  4. Sulwati
  5. Nurfarida
  6. Joko
  7. Prapti

Di masa kepemimpinanya beliau mewujudkan rencana pembangunan jembatan gantung yang sempat di gagas Lurah Ahmad Darum. Masa jabatan periode ini selama 24 tahun. Banyak perubahan tatanan pemerintahan yang menyangkut sebutan Pemerintah Desa. Yaitu salah satunya istilah LURAH di rubah menjadi Kepala Desa sesuai dengan perubahan Undang-Undang yaitu munculnya Undang-Undang baru No 5 Tahun 75 tentang Pemerintah Desa.

Periode pertama ini terdapat pergantian Carik dari Muklas di gantikan oleh Hadi Sucipto yang bertempat tinggal di Karangsari. Di zaman kepemimpinanya sangat di segani karena pembawaanya yang tegas. Ini di buktikan dengan penegasan kembali  dengan penggunaan nama Mergosari, Mangunsari dan Karangsari untuk senantiasa di pergunakan dalam pembicaraan resmi maupun tidak resmi oleh masyarakat. Bila ketahuan maka beliau tidak segan-segan untuk memarahinya. Pada masa ini wilayah pedusunan masih tetap 2 Kebaoan dan 1 wilayah Tamping.

Aparat Kebaoan Mergosari Terdiri dari :

  1. Wiryareja – Mirsodi – Suliyah – Muhydin (Bau)
  2. Maksum – Sutarto – Sucipto (Bayan)
  3. Sastro Sudarmo – Hadi Suwarno – Muhamad Sodik (Lebe)
  4. Maryono (Ulu-ulu)

Aparat Kebaoan Mangunsari terdiri atas :

  1. Marjuki (Bau)
  2. Istamar Asanwirya – Durohman (Bayan)
  3. Asanwirya – Miftahudin (Lebe)

Aparat Tamping Karangsari terdiri atas:

  1. Atmo Miharjo – Muhidin – Hadi Sucipto – Dulngadim (Tamping)
  2. Asanmiharjo – Rofiudin – Siswandi – Adi Wiyanto(Noto) (Bayan)
  3. Sambudi – Sahro Wardi – Siswandi – Qomarudin (Lebe)

 

Pada saat kepemimpinanya, tahun 1965 (setahun setelah menjabat) meletuslah peristiwa G30 S PKI di Indonesia. Di Desa beliau secara antusias merespon bahaya yang mungkin timbul di Mergosari karena berpenduduk mayoritas muslim yang taat. Maka beliau menggerakan Ronda Malam/ jaga malam dan meningkatkan kewaspadaan akan bahaya yang muncul serta berpartisipasi aktif membantu pemerintah kecamatan dengan mengirim Anggota WINRA untuk berjaga di Koramil dan Polsek secara rutin dan bergiliran.

Tahun 1971, melanjutkan gagasan Kepala Desa terdahulu (Ahmad Darum) membuat jembatan gantung dengan biaya murni Masyarakat melalui hasil panen padi sebesar 10% dari hasil panenya. Dalam pelaksanaan teknis lapangan di koordinir oleh Carik Desa Muchlas Dono Suwito

Tahun 1975, sesuai dengan kebutuhan Masyarakat yang mendesak maka beliau mendirikan Gedung Balai Desa.

Tahun 1981, di buat lapangan sepakbola, yang di motori oleh seorang pemuda bernama Suharto alias Sudarto bin Marjuki.

Tahun 1988, atas prakarsa pemuda Sudarto bin Marjuki, beliau mendukung lembaga pendidikan Ma’arif dengan berdirinya MI Ma’arif MergosariFilial Sukoharjo dengan memberikan ijin secara resmi penggunaan tanah bengkok (sisa lapangan) untuk di dirikan Gedung MI. surat perijinanya di tanda tangani oleh Camat Leksono yaitu Tunggono, Ketua LKMD Sikun Chobarudin

Di ere kepemimpinan Suprapto periode pertama ini banyak kemajuan yang di capai oleh Desa Mergosari yaitu :

  1. Balai Desa Mergosari
  2. SD Impres Mergosari
  3. Jembatan Gantung
  4. Pelurusan Jalan Timbang.

Setelah periode habis, maju lagi dan terpilih kembali menjadi Kepala Desa Mergosari dan sela waktu kekosongan Kepala Desa di laksanakan oleh pejabat dari Kecamatan Leksono yaitu Wardoyo.

 

  1. Kepala Desa Suprapto Ke- II (1989 – 1997)

Periode kedua Suprapto ini merupakan Lurah yang ke-8. Masa jabatan periode ke dua ini selama 8 tahun. Dalam periode ke dua ini maju sebagai lurah bersama dengan Sudarto Marjuki dan Bisri Alfan, dan beliau berhasil mengunggulinya. System pemilihan pada masa ini sudah menggunakan toblosan  dengan kartu yang bertanda gambar buah/ tanaman.

Pada masa periode ini beliau di angkat menjadi GLONDONG Kepala Desa, yaitu Kepala dari Kepala Desa(Ketua). Banyak perubahan penting perihal pemerintahan di masa period eke dua ini. Perubahan tersebut perubahan total sebutan Aparat Desa dan pemekaran wilayah Dusun Mergosari di mekarkan menjadi Dusun Rejosari.

Wilayah Dusun Mergosari terdiri atas :

  1. Muhydin (Kepala Dusun/Kadus)
  2. Sucipto – Ahmad Yuswo – M Ilyas(1990 – sekarang) (Bayan)
  3. Ahmad Nudin (Lebe)

Wilayah Dusun Rejosari terdiri atas :

  1. Tamarun (Kadus)
  2. Saefudin – Muhlisin (Bayan)
  3. Sodik (Lebe)

Wilayah Dusun Mangunsari terdiri atas :

  1. Durohman (Kadus)
  2. Sugito (Bayan)
  3. Miftahudin (Lebe)

 

 

 

Wilayah Dusun Karangsari terdiri atas :

  1. Muhidin – Dulngadim (Kadus)
  2. Rofiudin (Bayan)
  3. Komarudin (Lebe)

Dalam menjalankan kepemimpinanya sejak periode pertama, Suprapto senang melakukan silaturahmi kepada warga dan jajaran Pemerintahan Desa, dan kebiasaan tersebut tetap dilakukan setelah masa jabatan Kepala Desa habis.

Setelah masa jabatanya habis, tugas Kepala Desa di isi oleh Pejabat dari Kecamatan Leksono yaitu Mulyono.

  1. Kepala Desa Sucipto (1998-2006)

Sucipto bin Kaswar merupakan orang ke delapan yang menjadi Kepala Desa Mergosari dan menjabat selama delapan tahun. Maju sebagai Kepala Desa bersama dengan Ny Suliyah Suprapto dan berhasil mengunggulinya.

Secara periode, Sucipto merupakan Kepala Desa period eke-9 dari urutan periode Kepala Desa/Lurah, beliau bertempat tinggal di Mergosari. Selama masa jabatanya mengalami banyak perubahan aturan perundangan  pemerintahan seperti perubahan UU No 5 Tahun 1979 menjadi UU No 22 Tahun 1999 di rubah lagi dengan UU No 32 Tahun 2004. Masa jabatan beliau berakhir pada 15 Januari 2006.

Di masa kepemimpinanya, Sekretaris Desa mengalami kekosongan karena meninggalnya beliau Sekdes Hadi Sucipto karena sakit. Kekosongan tersebut mulai tahun 1999 s/d 2001 dan baru ada Sekdes tahun 2001 yaitu Sdr. Gatot Sudarto. Dengan semangat dan keuletanya era kepemimpinanya berhasil memajukan desa setahap demi setahap. Perubahan yang mendasar di era kepemimpinanya yaitu peningkatan kesejahretaan Lebe yang semula tidak mengolah tanah bengkok oleh beliau di beri olahan tanah bengkok, dan bengkok Kadus Rejosari di pecah menjadi dua untuk Kadus Mergosari dan Kadus Rejosari. Sedangkan perubahan kelembagaan secara Undang-Undang yang terjadi di masa kepemimpinanya adalah berdirinya Badan Perwakilan Desa yang di rubah menjadi Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

Di tingkat kecamatan terdapat pemekaran Kecamatan Leksono di mekarkan menjadi Kecamatan Sukoharjo dan Desa Mergosari Ikut Kecamatan Sukoharjo pada tanggal 21 Juli 2001 dengan Camat pertama yaitu Drs. Gatot Hermanto.

Wilayah Dusun tidak ada perubahan, yaitu 4 Dusun.

Wilayah Dusun Mergosari terdiri atas :

  1. Muhamad Sodik – Muh. Yuswo (Kadus)
  2. Muh Ilyas (Kaur Pemerintahan)
  3. Afandi (Lebe)

Wilayah Dusun Rejosari terdiri atas :

  1. Sidik Nawawi – Tamarun(Kadus)
  2. Muhamad Nudin (Kasi Kesejahteraan)
  3. Muhlisin ( Kaur Pembantu Keuangan)

Wilayah Dusun Mangunsari terdiri atas :

  1. Durohman – Sabar ( Kadus )
  2. Kisam Samsurochman (Kaur Pembangunan)
  3. Miftahudin (Lebe)
  4. Sugito (Kaur Umum)
  5. Sukisno (Kaur Keuangan)

Wilayah Dusun Karangsari terdiri atas:

  1. Rofiudin (Kadus)
  2. Fahrudin (Kaur Pemerintahan)
  3. Qomarudin – Mutolib (Lebe)

Setelah masa jabatan habis, Pemerintahan Desa di jalankan oleh Pj Sekdes Gatot Sudarto selama 1 tahun 2 bulan.

 

  1. Kepala Desa H. Bambang Sugiyanto (2007 – 2012)

 

  1. Bambang Sugiyanto bin H. Hozalidi lantik tanggal 15 Januari 2007 dengan masa Jabatan sesuai Undang-Undang No. 32 tahun 2004 selama 6 Tahun. Beliau merupakan Orang ke 9 yang menjadi Kepala Desa Mergosari. Maju sebagai Kepala Desa bersama dengan Budi Waluyo, Paryanto dan berhasil mengunggulinya.

Bertempat tinggal di Dusun Mergosari. Beliau merupakan orang yang rendah hati dan  petani yang gigih, di buktikan walaupun sudah menjadi Lurah, beliau tetap menggarap sawahnya yang merupakan profesinya sejak dulu.

 

  1. Kepala Desa Budi Waluyo ke –I ( 2013 – 2018)

Budi Waluyo bin Atmo Miharjo merupakan orang ke sepuluh yang menjadi Kepala Desa Mergosari. Pada periode pertama ini menjabat selama enam tahun. Maju sebagai Kepala Desa bersama dengan Parna dan Paryanto dan berhasil mengunggulinya.

Beliau bertempat tinggal di Mergosari. Masa jabatan periode pertama beliau berakhir pada tahun 2018.

Di masa kepemimpinanya, Sekretaris Desa mengalami pergantian dari Sekdes Gatot Sudarto di ganti Maman Irmanto. Gatot Sudarto mundur dari Jabatan Sekretaris Desa (Sekdes) dikarenakan pada waktu itu di angkat menjadi Pegawai Negri Sipil (PNS) kemudian Dinas di Kecamatan Sukoharjo. Maman Irmanto mengganti Jabatan Sekretaris Desa pada tahun 2017 dengan  Ujian tertulis, pada saat itu yang mendapatkan nilai ujian tertinggi maka dia yang jadi, dan di antara peserta yang lain berhasil mengunggulinya.  Dengan semangat dan keuletanya di era kepemimpinanya berhasil memajukan desa setahap demi setahap. Perubahan yang mendasar di era kepemimpinanya yaitu membangun Taman Wisata Dusun Lembah Serayu (D’LESER) dengan harapan untuk menunjang peningkatan kesejahretaan Warga Desa Mergosari

 

 

 

 

  1. Kepala Desa Budi Waluyo Ke- II (2019- 2021)

Periode kedua Budi Waluyo ini masa Jabatan Sebagai Kepala Desa selama 6 tahun. Dalam periode ke dua ini maju sebagai Kepala Desa Mergosari bersama dengan Mukodam, Amin Ridhowi, dan Paryanto, dan beliau berhasil mengunggulinya. System pemilihan pada masa ini menggunakan toblosan  dengan kartu yang bertanda gambar/ Foto dari Calon Kepala Desa.

Pada masa periode ini beliau di angkat menjadi Ketua Paguyuban Kepala Desa di Kecamatan Sukoharjo (Glondong – istilah zaman dulu), yaitu Kepala dari Kepala Desa.

Di masa kepemimpinanya, Perangkat Desa mengalami  pergantian dikarenakan masa bakti yang sudah habis atau pensiun. Pada masa ini Perangkat Desa yang masih menjabat dan yang di ganti di masing-masing Dusun antara lain :

Wilayah Dusun Mergosari terdiri atas :

  1. Hadi Prayitno – M Ilyas(Pj) – Much Sodiq(2019- sekarang) (Kadus)
  2. M Ilyas (Kepala Urusan Perencanaan dan Pembangunan)
  3. Aminudin Yusuf (Lebe)

Wilayah Dusun Rejosari terdiri atas :

  1. Pujo Hidayat(Kadus)
  2. Suradi (Kepala Seksi Kesejahteraan & Lebe)
  3. Gatot Sudharto – Maman Irmanto ( Sekretaris Desa/Carik)

Wilayah Dusun Mangunsari terdiri atas :

  1. Sabar ( Kadus )
  2. Kisam Samsurochman (Kepala Urusan Keuangan)
  3. Sudiro (Lebe)
  4. Karomah(Admin) - Helmy Yahya Arifin(Kepala Seksi Pelayanan)

Wilayah Dusun Karangsari terdiri atas:

  1. Rofiudin – Akhmad Satoto(2019 – sekarang) (Kadus)
  2. Fahrudin – Willi Budi Utomo(2019 – sekarang) (Kepala Urusan Pemerintahan)
  3. Mutolib (Lebe)

 

 

Belum habis masa jabatan, pada akhir tahun 2021 beliau meninggal dunia dikarenakan sakit. Dan di sela waktu kekosongan Kepala Desa di laksanakan oleh pejabat dari Kecamatan Sukoharjo yaitu Sdr. Sudarto yang mengisi Pj. Kepala Desa Mergosari selama kurang lebih enam bulan. Dikarenakan sisa masa jabatan beliau masih lama, Kemudian diadakan Pemilihan Kepala Desa Antar Waktu (PAW) di Desa Mergosari untuk mengisi  sisa masa jabatan yang tersisa  kurang lebih 2,5 tahun

 

  1. Kepala Desa Slamet Supriyono (2022 s/d Sekarang)

 

Slamet Supriyono bin Kiyo Duwijo S merupakan orang ke 11 yang menjadi Kepala Desa Mergosari, dan pada periode ini menjabat selama dua setengah tahun. Maju sebagai Kepala Desa bersama dengan Subiyatun (istri Alm. Lurah Budi Waluyo) melalui Pemilihan Kepala Desa Antar Waktu (PAW) dan berhasil mengunggulinya.

Beliau bertempat tinggal di Dusun Karangsari dan merupakan lurah pertama yang berhasil memecahkan mitos bahwa yang bisa menjadi Kepala Desa Mergosari(Lurah) hanya dari Brengkok (sekarang dusun mergosari dan dusun rejosari), dikarenakan memang sejak dahulu calon yang berhasil dan terpilih menjadi Lurah semua berdomisili di Brengkok.  

Dengan semangat dan keuletan di era kepemimpinanya, beliau membuat rencana kerja dengan harapan bisa memajukan Desa Mergosari setahap demi setahap. Perubahan yang mendasar di era kepemimpinanya yaitu membuat Badan Amin Zakat dan Sedekah Desa(BAZDES) dan rencana penggunaan  Taman Wisata Dusun Lembah Serayu (D’LESER) di sebagian taman di buat lapak RT RW sebagai tanda terimakasih atas pengabdian sebagai RT/RW di Desa Mergosari sehingga dapat menaikkan taraf hidup dan menunjang peningkatan kesejahretaan RT/RW Desa Mergosari

APBDes 2025 Pelaksanaan

APBDes 2025 Pendapatan

APBDes 2025 Pembelanjaan